Kamis, 30 September 2010
Bukan Karena Kita Menang Pemilu (Saja) Maka Kita Memimpin
Berisi Taujih Ustad Anis tahun 2008
di TPPN PKS
Saya Posting dari Blog Beliau, Taujih Inspiratif yang Kalo kita baca, selalu saja ada hal baru yang menyegarkan dan menyemangati untuk "fastabiqulkhairat"... dan tentunya siap untuk jadi "Leader" dalam memimpin negeri ini.
Bismillahirrahmanirrahim.Uhayyikum jamian bitahiyyatil islam
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Ikhwah sekalian
Alhamdulillah
siang hari ini kita bertemu kembali, dan pada kesempatan ini saya akan
mencoba share pada antum semua mengenai gagasan atau ide-ide besar di
TPPN ini.
Ikhwah
sekalian, saya ingin memulai–saya tidak memakai in focus karena saya
mau menulis (di whiteboard)–ke persoalan inti kita sebagai harakah.
Persoalan inti kita sebagai harakah ini ada dua (waktu kita mulai masuk
ke demokrasi, bikin partai dan mau memimpin negara) :
1. Persoalan yang fundamental.
2. Persoalan yang bersifat teknis.
Persoalan yang fundamental itu adalah menyangkut masalah leverage to lead sedangkan persoalan yang menyangkut teknis itu adalah strategy to win.
Jadi yang masalah leverage to lead itu adalah menyangkut syurutul qiyadah
(syarat-syarat kepemimpinan) yang dituntut kepada kita, atau
kualitas-kualitas yang diperlukan jika kita ingin memimpin Negara.
Sedangkan yang teknis itu adalah bagaimana memenangkan pemilu. Yang dua
ini bisa berjalan seiring, bisa juga tidak. Contoh yang tidak seiring
itu misalnya PKB : sempat punya presiden, tapi cuma bertahan 21 bulan,
setelah itu selesai. Bisa disebut partai bisa juga tidak, tapi ICMI itu
adalah satu kendaraan besar bagi Habibie, diluar golkar, tapi nyatanya
Habibie cuma bertahan 18 bulan. Begitu juga PDIP, justru ketika
terdzalimi suaranya naik 34%, ketika berkuasa suaranya menurun menjadi
19%.
Jadi
bukan karena kita menang pemilu maka kita memimpin. Itu harus kita
bedakan. Bukan karena kita menang pemilu maka kita memimpin, pemimpin
itu adalah leverage.
Kenapa kita ingin memimpin, ikhwah sekalian?? Karena insdustri kita ini (industri kita sebagai harakah) adalah sina’atul hayah
-seperti yang sudah-sudah saya sampaikan sebelumnya. Saya tidak tahu,
bukunya sudah diterjemahkan atau belum?? Ini penting antum baca buku
ini, (live making, sina’atul hayah), bukunya Abu Ammar, Muhammad
Al-Rasyid. Jadi, oleh karena itu kita mempunyai tugas merekonstruksi
kembali kehidupan kita secara keseluruhan. Dan untuk menjalankan fungsi
besar ini kita membutuhkan instrumen yang juga besar, instrumen itu
namanya kekuasaan, negara. Kenapa kita butuh Negara ikhwah sekalian??
Karena sekarang kita hidup di era institusi, dan institusi yang paling
besar di dunia ini -setidak-tidak dalam waktu 500 tahun terakhir ini-
adalah Negara. Tidak ada organisasi paling besar selain negara dalam
500 tahun terakhir.Walaupun organisasi ini(Negara) dalam beberapa tahun
ke depan, juga sedang menghadapi persoalan yang sangat eksistensial.
Saya
menganjurkan –karena Antum yang banyak yang bisa bahasa Inggris
disini-, membaca buku yang ditulis oleh Peter R. Gardner: “Managing The
Next Society”, disini ada pembahasan yang menarik kaitannya dengan
posisi yang namanya “Nation State”, Negara bangsa itu, dalam era
globalisasi, sejauh mana akan survive dimasa mendatang; baik karena
pengaruh perkembangan teknologi maupun karena pengaruh rasionalitas
ekonomi. Jadi kita membutuhkan instrumen besar itu, kalau kita ingin
memimpin. Sampai disini kita tidak punya perdebatan. Perdebatan kita
adalah tentang kapasitas apa yang diperlukan untuk mengelola itu semua.
Itulah kepemimpinan. Dan inilah yang kita inginkan. Oleh karena itu
persoalan fundamental ini harus kita pisahkan dulu dari persoalan yang
tekhnis, tentang bagaimana memenangkan pemilu. Sebab persoalan
memenangkan pemilu itu mostly adalah persoalan komunikasi., Fi muhzamihi, ahya itu adalah pada masalah komunikasi.
Image
waktu kita muncul pertama kali dengan membawa citra bahwa PKS itu
adalah partai yang besih dan peduli pada rakyat. Di image ini terserap
dan memberikan kita ruang yang besar di tengah masyarakat, tapi waktu
kita masuk dalam pemerintahan kita tidak perform. Jadi strategy to win itu adalah persoalan how to send, tetapi persoalan Leverage to win itu adalah persoalan how to deliver
bagaimana mendelivery ide-ide itu menjadi suatu kenyataan. Dan itu
membutuhkan kualitas tertentu dari kita. Tidak sesederhana yang kita
bayangkan.
Kalau
antum lihat, ikhwah sekalian, dalam literatur-literatur ikhwan -saya
ini senang buka ini karena antum orang kaderisasi-, setidak-tidaknya
dalam 20 tahun terakhir ini, persoalan inilah yang tidak terbahas
secara mendetil. Sebagian besar literature-literatur pemikiran politik
ikhwan itu masih ada dilevel menyelesaikan terminologi. Kalau antum
baca bukunya Yusuf Qordhowi tentang fiqh daulah itu semuanya
menyelesaikan masalah persoalan-persoalan basic/mafahim: Apa sikap kita
terhadap demokrasi. Apa posisi perempuan dalam percaturan politik. Apa
sikap kita terhadap ta’addudul ahzab. System multi partai. Apa sikap
kita tentang tahaluf (aliansi) politik, kita baru
menyelesaikan perkara-perkara terminologi. Dan itupun perdebatannya
panjang. Kalau antum lihat buku yang ditulis oleh DR. Abul Hamid
Al-Ghazali, judulnya : “Asasiyat masyru al-islam” itu belum keluar dari kerangka itu semua.
Jadi harakah islamiyah secara keseluruhannya, belum keluar dari persoalan-persoalan fikriyah
itu tadi, kepada persoalan-persoalan strategis. Persoalan-persoalan
strategis dalam pengertian bagaimana kita perform sebagai sebuah
eksistensi; baik sebagai harakah nanti maupun sebagai daulah. Itu yang
belum terbahas.
Tapi
disini ada bias besar dan ini harus kita waspadai dari awal. Bahwa
instrumen Negara atau kekuasaan yang perlukan ini pada akhirnya
tetaplah sebagai wasilah. Kenapa ikhwah sekalian? Karena kesejahteraan
itu bukanlah tujuan. Keadilan itu juga bukanlah tujuan. Tetapi
(keduanya adalah) sesuatu yang diperlukan oleh manusia, supaya naik ke
level kebutuhan yang lebih spiritual, setelah persoalan-persoalan basic
dia sebagai manusia selesai. Artinya ini apa? Manusia lebih kondusif
secara spiritual untuk taat beragama ketika dia tidak lagi memikirkan
persoalan fisik yang basic: persoalan makannya selesai, persoalan
minumnya selesai, pakaiannya selesai, tempat tinggalnya selesai,
kesehatannya selesai. Begitu ini semua selesai, pada umumnya,
–sekalipun tidak selalu begitu,karena kadang-kadang dalam keadaan
miskin orang lebih dekat kepada Tuhan–kebutuhan spiritual itu muncul
lebih beragam, lebih natural munculnya. Nah oleh karena itu kita perlu
menghilangkan hambatan-hambatan itu semua, yang disebut dengan mawaniut tadayyun, hambatan-hambatan seseorang untuk menjadi religius. Rasulullah saw mengatakan: “Kaadal faqru anyakuna kufran”.
Jumlah orang miskin yang lari ke masjid dibanding yang lari jadi
pengemis, jadi pelacur atau yang lari jadi perampok, lebih banyak yang
mana?? Artinya (bila) manusia-manusia itu dalam kondisi fisik tertekan
pilihan-pilihannya itu banyak, antara positif dan negatif, tetapi
umumnya mereka itu lebih cenderung memilih yang negatif, karena efek
keterpaksaan itu tadi. Tetapi ketika orang itu kaya, pilihannya juga
sama banyaknya dengan orang yang miskin, pilihan positif dan negatif,
tapi orang kan biasanya yang kaya kalau dia bergerak dari awal,
katakanlah dia kaya diumur 50 tahun, pada waktu fikiran tentang
kematian sudah bermunculan, terus menerus itu. Disitulah adilnya Tuhan,
disitu adilnya Allah, kita dikasih itu, dia dikasih kekayaan last minute. Dia dikasih kesempatan untuk menyaksikan hasil kerjanya tetapi tidak dikasih kesempatan untuk menikmatinya.
Nah,
oleh karena itu orang di tingkat seperti itu cenderung lebih
spiritualis dengan sendirinya. Alam yang mengantarkan dia kesitu,
begitu juga kita. Karena itu pemikiran itu harus lurus, supaya kita
tidak bias, kita membutuhkan instrumen ini untuk menghilangkan seluruh mawaniut tadayyun dalam diri manusia.
Ada pembasahan tentang ini bagus antum baca di bukunya Abbas Mahmud Al-Aqod, tentang Abu Bakar As-Shiddiq, Abaqoriyatu Abu Bakar As-Shiddiq. Dibuku ini dibagian awal ada pembahasan tentang mawaniul islam,
mengapa Abu Bakar itu berada dilevel nomor satu, dibahas dulu dengan
pertanyaan terbalik. Apa sih hambatan orang itu untuk berislam? Apa
hambatan orang berislam? Apa entry barrier orang berislam? Waktu dia bahas ini, dia jelaskan bahwa semua mawani’ ini, tidak ada dalam diri Abu Bakar, misalnya al-kibriya, itu tidak ada dalam diri Abu Bakar, dia berhasil melampaui itu semua.
Jadi fungsi kekuasaan yang kita cari ini adalah menghilangkan hambatan ini, itu persis juga dengan jihad fi sabilillah.
Jadi ketika kita melakukan ekspansi pada suatu Negara, kita tidak ingin
menundukkan orang dengan senjata, tetapi ingin menghilangkan mawaniu tadayyun yang salah satunya adalah at-thowagit. Thagut-thagut ini mencegah orang untuk beragama. Makanya rasul mengatakan: “Annasu ala diini mulukihim”. Jadi kalau para muluk ini dihilangkan maka mawaniu tadaayun itu hilang, orang diberi kebebasan. Jadi waktu kita menguasai satu wilayah, kita kooptasi
satu wilayah, setelah kita menaklukkan pasukannya, tidak dengan
sendirinya semua orang harus masuk islam. Itu tidak. Tujuan kita adalah
menghilangkan mawaniul tadayyun, mawaniul islam,
apa hambatan orang kepada itu, kalau semuanya ini semua hilang, orang
belum masuk islam juga, itu sudah bukan tanggung jawab kita. Baru saat
itu kita bisa bilang “Ala hal balaghtu” iya kan..ini antum perhatikan.. ini clear yah..!!
Kalau ini selesai kita masuk pada persoalan leverage to win..
(Ada komentar: bukan masalah clearnya, tapi yang menjadi inhiraf itu apa?).
Dijawab : Masalah inhiraf
itu terjadi di semua marhalah, bisa jadi karena pembelotan, misalnya
begini: waktu kita berkuasa seperti itu, bisa jadi pembelokan,
sebenarnya pembelokannya bisa dengan sederhana, waktu sarana menjadi
tujuan, secara real itu tidak akan keluar dari itu semuanya, waktu kita
mulai berfikir, bahwa kekuasaan ini adalah tujuan. Karena itu ukuran
sukses kita adalah pertumbuhan ekonomi, tidak, itu ukuran sukses
dipermukaan, tapi ukuran hakikinya sebarapa banyak orang menjadi
beragama, dengan semua kesejahteraan itu.
Makanya
saya menyebutkan waktu di cibubur, bahwa cita-cita kita itu ada tiga :
satu politik, yang kedua dakwah yang ketiga peradaban. Yang politik ini
adalah memecahkan rekor partai-partai islam, mendapatkan satu share
politik yang berwibawa; 20 %.
Jadi, karena itu share
kita secara dakwah, kalau ditahapan ini, ditingkat ideologi ini, jika
kita sudah berhasil mengembangkan, menjadikan Islam ini menjadi pilihan
publik, baru kita menang secara dakwah, dan itu dibuktikan dalam bentuk
share partai-partai Islam secara keseluruhan. Bisakah
sewaktu-waktu partai-partai islam itu share, menimal 60 %, digabung
jadi satu, sekarangkan maksimum yang pernah ada dalam sejarah
Indonesia, cuma 45%, turun-turun jadi 38 %. Jadi secara politik kita
bisa menang, makanya saya debat waktu itu dengan mas Tamim, apakah PKS
bisa lebih besar dari Masyumi..? Bukan. Persoalan kita bukan disitu..
Masyumi menang 20 %, benar, Nasir jadi perdana menteri jelas, tapi
setelah itu masyumi kemana? Dan kenapa PNI yang masih punya pengikut
yang lebih banyak? Dan kenapa PBB waktu mengklaim diri sebagai pewaris
Masyumi ternyata, tetap saja akhirnya habis.
Jadi
kita tidak bisa tentang angka-angka politik. Kita bicara tentang
perimbangan kekuatan. Ini bukan angka tentang 20 %, tetapi ini
persoalan tentang “Man yaqudu al-mantiqoh” (siapa yang memimpin Negara), “man yaqudu daulah”
(siapa yang memimpin negeri ini), siapa yang menggaet masyarakat secara
keseluruhan. Kenapa ada banyak orang dinegeri ini, begitu PKS muncul,
tiba-tiba mereka datang dengan; ide pancasila dan NKRI final, padahal
keduanya juga tidak ada yang pertentangan dengan Islam. Tapi sesuatu
yang harus kita fahami disini bahwa; ini ada pengaruh yang luar biasa,
begitu substansialnya dalam mengarahkan dan membentuk idologi public.
Ini celar yah?? Wadih.
Sekarang tentang reference to lead.
Apa yang kita perlukan untuk memimpin? Reference apa yang kita
perlukan? Sekarang saya mau ceritakan dulu sedikit, langkah realitas
kita apa.
Kita
ini jarang mempunyai kesadaran geografis. Tentang Indonesia. Orang
pertama di negeri ini yang memberikan wawasan geografis dan juga
kesadaran seperti namanya Gajah Mada. Kita baru punya satu kesadaran
tentang satu eksistensi geografis yang namanya nusantara itu karena
Gajah Mada. Tapi karena kita tidak membaca sesuatu tentang Gajah Mada
umumnya kita tidak punya al-wa’yul geografi. Padahal unsur utama dalam peradaban itu adalah turab/tanah/wilayah/teritori. Ada bagusnya antum membaca buku yang ditulis oleh Malik bin Nabi, judulnya “Miladul mujtama” (Kelahiran sebuah masyarakat), dan yang kedua “Wijhatul alam islami”, setahu saya buku ini sudah diterjemahkan (Dunia baru islam). Unsur hardwarenya yang namanya peradaban itu tiga : al-ard/at-turab,wazzaman, wal insan, (tanah, waktu dan manusia). Quran ini kan software.
Kalau
Antum lihat lagi dalam sejarah Indonesia. Waktu imperialis datang ke
Indonesia. Perjuangan itu sifatnya kedaerahan. Zamannya Imam Bonjol,
Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Cut Nya Dien, Pattimura dan seterusnya.
Tapi kemudian muncul yang namanya kegelisahan politik, bahwa perlu ada
pola baru dalam yang namanya perjuangan, yang menggabungkan kesadaran
geografis ini dengan kesadaran politik, itulah namanya Budi Utomo
dengan Syarekat Islam. Tetapi ini kemudian menjadi kesadaran yang
konteknya lebih kuat lagi, setelah era Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda
kalau antum lihat : Satu Bangsa, Satu Bahasa dan Satu Tanah Air. Itu
gabungan antara kesadaran geografis, kesadaran teritorial, kesadaran
sosiologis, bahasa. Indoneisa ini kan punya 300 suku dan 300 bahasa.
Dan dipilihnya Bahasa Indonesia itu sebagai bahasa, karena lebih
sederhana dan lebih demokratis dibanding bahasa lain. Kenapa bukan
Bahasa Jawa yang dipilih sebagai Bahasa Nasional.
Ada buku bagus yang boleh dibaca judulnya Collaps, disitu ada sedikit kisah tentang Polenesia “How China become Chinese” disitu, dipembahasan akhirnya ditulis tentang polenesia.
Jadi
Sumpah Pemuda itukan menggerakkan, menyatakan diri sebagai satu
kesatuan yang utuh tetapi kontennya juga dibuat; ada geografisnya, ada
teritorinya, ada bahasanya, dan juga konten politiknya yang namanya
bangsa. Jadi karena bobotnya itulah sumpah pemuda itu menjadi satu
moment yang sangat historis dalam sejarah Indonesia. Sejarah
pembentukan al-wa’yul wathani, dinegeri kita itu antum lihat
proses sejarah itu begitu, karena itu jarak antara sumpah pemuda dengan
tahun 45 itu begitu menjadi lebih dekat. Soekarno datang itu, diatas
situasi yang sangat menguntungkan, karena dia melanjutkan proses itu.
Tapi soekarno itu, punya kesadaran yang mendalam tentang teritori yang
namanya Indonesia ini. Dan juga punya kesadaran tentang struktur
sosiologis tentang masyarakat Indonesia. Kalau antum baca buku “Bung
Karno Menyambung Lidah Rakyat”. Tsaqofah ini sudah harus antum miliki
semuanya ikhwah sekalian. Supaya jangan ada yang mengatakan, bahwa PKS
itu lebih hafal Sirah Nabawiyah daripada sejarah Negara Indonesia.
Soekarno menyadari yang namanya gagasan Megalomania dari Gajah Mada, dari gagasan yang namanya Nusantara itu, yang include
sebenarnya Malaysia, Brunei dan Singapore. Itu satu kawasan, itu benar
itu. Seharusnya kita berfirkirnya begitu, itu yang namanya wawasan
teritori yang matang. Tapi kita ini umumnya itu tidak mempunyai
kesadaran territorial yang bagus. Negeri ini ikhwah sekalian,
penduduknya 230 juta sekarang, sama dengan total penduduk 22 negara
arab kalau dikumpul jadi satu. Jumlah penduduk dunia zaman Rasulullah
hidup, itu kurang dari setengahnya dari penduduk Indonesia hari ini.
Zaman
Rasulullah hidup itu penduduk dunia 100 juta orang, total. Umat islam
zaman Rasulullah itu yang masuk islam, yang ikut hajatul wada itu hanya
100 ribu, sekitar 125 ribu di Rahiqil Makhtum itu disebutkan, antara
itu. Jadi satu permil. Jadi kalau antum memimpin 230 juta, antum bisa
membayangkan, itu lebih besar dari dunia zaman Rasulullah hidup.
Kita
tidak menyadari kadang-kadang. Dan ini Negara keempat terbesar di
dunia, setelah Chna, India dan Amerika. Tiga Negara ini sekarang
menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia. Dan semua persyaratan yang
dimiliki Indonesia ini, persyaratan untuk menjadi kekuatan ekonomi baru
juga ada di negeri ini. Matahari ada gratis, tdiak semua Negara di
dunia ini dapat jatah matahari sepanjang tahun, energi. Hujan, inilah
lucunya Indonesia, bisa menyatu itu barang, air kan. Dan dua pertiga
dari wilayah kita ini air. 6 juta KM2 negara Indonesia itu, 4 jutanya
perairan. Dahsyat benar.
Jumlah manusianya, banyaknya ampun-ampun. Apalagi yang kita perlukan?? Sumber daya, semuanya ada. Jadi yang namanya syurutul hadlarah (syarat-syarat peradaban); al-turab, wazzaman, wal insan,
itu semuanya ada. A Power semuanya ada. Jadi kita tidak punya alasan
untuk menjadi tidak sejahtera. dan di dunia islam, kita Negara Islam No
1. Tetapi inilah Negara islam terbesar yang selama ini tidak pernah
menjadi “The big brother”. Kita tidak pernah dianggap di dunia islam itu sebagai The big brother.
Malaysia
sekarang, itu maksimum kemajuannya. Penduduknya cuma 20-26 juta,
diputar-putar kaya apa pertumbuhan ekonominya, sudah skala maksimumnya
seperti itu. Singapore skala maksimum, sudah segitu. Tidak akan lebih
dari itu. Makanya Singapore sekarang ini, berusaha bersaing
berinvestasi di negara-negara jiran sebanyak-banyaknya. Dia sudah
berlebihan. Hanya dengan itu caranya kalau dia mau jadi besar. Tapi ini
rentan, yang begini-begini rentan, jika ada perang bahaya, hilang itu
semua barabg. Jadi potensi pertumbuhan Negara jiran itu demikian.
Tapi
coba antum lihat cina, semuanya juga ada disana. India semuanya juga
ada disana. Itulah bedanya Singapore kan, bedanya antara mini market
dan hypermarket. Sebanyak-banyaknya pengunjung mini market, ya tetap
saja mini market. Ini masalahnya hypermarketnya yang sepi.
Jadi
kita musti faham dulu Negara yang kita mau pimpin ini adalah Negara
yang sangat besar, Negara benua. Jadi kita yang ditakdirkan hidup di
negara ini sebenarnya, itu sama saja- kalau kita merujuk pada la yukallifullahu nafsan illa wus’aha-,
mafhum mukhalafahnya itu kan adalah bahwa semua beban yang diberikan
kepada kita, itu artinya kita punya kemampuan untuk memikulnya. Makanya
teori sejarah itu ada yang namanya teori “at-tahaddi wal istijabah” challenge anda respon. Sumber dinamika sejarah itu dari situ, dan Allah memberikan kita itu, challenge (tantangan). Karena, itu diperlukan untuk menghidupkan adrenalin.
Tapi Allah tidak memberikan tantangan kepada kita melebihi kemampuan
yang kita miliki, dibikin impas. Allah tidak kasih kita roti langsung.
Dikasih tanah, dikasih air, kita tanam. Coba kalau kita disuruh
menciptakan tanah, itu diluar kemampuan kita. Disuruh menurunkan hujan,
diluar kemampuan kita, kita bisa bikin irigasi. Tapi kalau hujan tidak
turun sama sekali, kan irigasinya kering juga. Jadi ada hal-hal yang
diselesaikan oleh Allah sendiri. Tapi ada hal-hal yang disisakan untuk
kita. Yang disisakan itu, diberikan, dibebankan sesuai dengan kemampuan
akal kita untuk menyelesaikannya. Disitulah nilai at-tahaddi,
tantangannya, challengenya. Karena sesuai dengan kemampuannya. Nah,
kalau kita hidup di negara sebesar Indonesia ini artinya kita semua
mempunyai kemampuan di dalam diri kita baik sebagai individu maupun
sebagai bangsa dan termasuk juga sebagai harakah bahwa kita bisa
memimpin negeri yang besar ini. Kenapa tidak ditakdirkan hidup di
dubai?? Dikasih yang besar sekalian, tapi supaya punya pikiran ini
dulu..!! Fikiran sebagai bangsa besar, fikrian sebagai penduduk yang
berasal dari sebuah negara besar. Itu dulu. Teritorialnya besar, sumber
dayanya besar. Karena itu diperlukan pemimpn besar. Dan itu belum
pernah ada di negeri ini.
Inilah sebuah pendahuluan dan setelah kita itu baru kita masuk ke persoalan setelah kita memahami realitas ktia…
Setelah
kita merdeka, ikhwah sekalian. Dimasa Soekarno, dan Soekarno datang
dengan isu revolusi itu. Kita menghabiskan waktu 20 tahun pertama untuk
konflik ideology. Antum lihat sejarah Soekarno itu adalah sejarah
konflik. Sebagian dari konflik itu berujung darah. Konflik segitiga
antara islam, nasionalis dan komunis, semuanya menggunakan kekerasan
pada akhirnya. wujud politk islam itu ada pada Masyumi tapi wujud
tentaranya, kekerasaannya ada pada DI. Di komunis, pada mulanya
perjuangan ideology, kebudayaan dan seterusnya, tapi ujungnya juga
menggunakan pendekatan kekerasan. Makanya melakukan beberapa kali
kudeta yang terkahir terjadi di madiun pada tahun 65. Satu polanya
gerilya, satu polanya kudeta militer. Tapi kaum nasionalis yang
kemudian menang, diwakili tentaara. Tapi ujungnya antum lihat, sejarah
kita itu, 20 tahun pertama itu sejarahnya konflik. Berdarah-darah 20
tahun pertama.
Kita
tidak tahu berapa orang yang dibunuh oleh komunis dan berapa orang
komunis yang dibunuh oleh Orde Baru. Sama juga bedapa banyak DI yang
dibunuh oleh tentara Orde Baru, dan berapa banyak tentara Indonesia
yang dibunuh oleh DI. Tetapi faktanya kita hari ini, satu tanah bangsa,
satu tanah air dan satu bahasa, tapi (konflik) 20 tahun pertama. Ini
adalah era dimana ada demokrasi tetapi tidak ada kesejahteraan. Karena
itu collaps.
Orde
Baru datang dan membuat penyederhanaan, konflik ini kita akhiri, tidak
ada konflik ideologi, tidak ada politik, kita butuh stabilitas, karena
itu tentara diperkuat partai-partai disederhanakan, pembangunan kita
lakukan, investasi luar kita datangkan, masyarakat kita didik, semua
yang beraliran digabung jadi satu. PPP, islam, simbolnya satu. Yang
kiri-kiri dan PKI, (nasionalnya) digabung menjadi satu PDI. Nah, baru
dimunculkan alternative ketiga namanya GOLKAR, tidak disebut partai
karya, disebut golongan karya artinya jamaatul amal. Inikan, yang lain kerjanya bertengkar, kita bekerja.
Tapi ternyata itu ikhwah sekalian.
30
tahun kemudian, diatas semua kebaikan Orde Baru kepada kita. Kita
inikan produk Orde Baru semua, Saya lahir tahun 68, pas awal tahun Orde
Baru membangun. Kita yang menikmati semua pendidikan yang baik yang
tidak ada pada Orde Lama. Setelah kita menikmati semua kebaikan Orde
Baru ini. Orde Baru ini kita akhiri. Karena Orde ini memberikan kita
kesejahteraan tapi tidak memberikan kita kebebasan. Padahal kebebasan
dan kesejahteraan, itu dua-duanya adalah hajat manusia. Jadi Orde Baru
itu adalah era kesejahteraan tanpa demokrasi. Dan sekarang Malasyisa
sedang menghadapi ini, pada beberapa waktu ke depan Malaysia akan masuk
era 97 nya Indonesia.
Kita
perlu bebas bicara, sama persis kita juga perlu makan. Sama persis 10
tahun setelah reformasi. Seteleh kita sangat bebas bicara ternyata
makan kita tidak terlalu bagus. Makanya dalam survey kemudian
menyatakan, ternyata masyarakat lebih memilih Soeharto dan merupakan
presiden yang paling disukai dari semua presiden. Yang kedua soekarno.
Makanya kalau reformasi ini tidak merupakan kesinambungan pada
periode-periode sebelumnya. Maka reformasi ini pasti gagal, collaps,
kita sebagai masyarakat bisa collaps, sebagai negara juga bisa collaps.
Kenapa ikhwah sekalian? Karena kalau ini sustainable secara historis, seharusnya reformasi itu bukanlah antitesa terhadap Orde Baru, Sebab kesejahteraan pada Orde Baru itu tidak perlu kita hapus, yang kita mau hapus itu adalah dictatorshipnya.
Dan itu sudah kita lakukan, dengan megeluarkan tentara dari percaturan
politik. Pilar-pilar utama yang menyangga Orde Baru waktu itu kan ada
tiga; Tentara, Golkar, Konglomerat. Di politisi sama birokrat kita
masukan disini, di Golkar, karena politisi dan golkar itu satu paket.
Tapi sekarang coba antum lihat.. !! Tentara sudah dikeluarkan dari
percaturan Negara, Orde Baru hancur dan pilar-pillarnya kita gerogoti.
Dan Golkar dari 76% suaranya pada tahun 97 (pemilu pada tahun 97) suara
itu turun menjadi 20 %, pada tahun 99 terdiskon langsung kekuatannya.
Sekarang senaik-naiknya dia tidak akan lebih dari 30, itupun rasanya
tidak akan naik dari 25 ditahun 2009 nanti.
Diskonnya,
karena tentara sudah tereliminasi, keluar dari percaturan politik. Tapi
pengusaha. 10 tahun terakhir ini, ada ga pengusaha yang lahir diluar
dari pengusaha yang sudah eksis?. Kita memang bisa mengganggu
eksistensi para konglemarat Orde Baru. Semuanya bisa kita ganggu. Tapi
faktanya sebagaimana yang pelajari dalam kaidah dakwah itu “Alhadamu daiman ashalu minal bina”
(menghancurkan itu selalu lebih mudah daripada membangun). Orde Baru
pergi, tapi para jaringan konglomeratnya ternyata tidak pergi-pergi.
Dia menguasai panggungnya sendiri. Dan tidak ada panggung baru
dipanggung itu, Tidak ada dari daftar yang kaya di indonseia ini, ada
yang keluar dari daftar yang kaya sebelum-seblumnya?? Kan itu-itu juga
kan. Bakrie besar dimana?, Arifin Panigoro, Jarum, Sampoena, Salim
semuanya besar di Orde Baru. pasar itu adalah teritori sendiri.
Jadi
sementara TNI terdemorelisasi begitu dahsyat, Golkar terdiskon begitu
besar. Pasar, itu tidak terdistorsi sama sekali. Dan 10 tahun setelah
era reformasi ini, ga ada perubahan. Tetapi yang menarik dari era
reformasi ini adalah system politik. Inilah sisi yang kita ambil dari
Orde Lama, demokraasinya. Tapi dari sisi kesejahteraan yang belum kita
ambil dari Orde Baru. Seharusnya era ini adalah era sintesa, antara
Orde Lama dan Orde Baru, kita membutuhkan kebebasan. Tetapi seperti
kata Thomas Jefferson : “Demokrasi itu memuaskan hati masyarakat tapi
tidak menyelesaikan persoalan mereka”. Karena itu cita-cita persoalan
Indonesia ke depan adalah persoalan menemukan titik equilibrium maksimum,
titik keseimbangan maksimum antara demokrasi dan kesejahteraan. Itu
persoalan Indonesia ke depan. Nah sekarang didalam situasi peta seperti
ini ada tiga panggung yang eksis sekarang. Panggung utama ini yang
sering saya sebut dengan segi tiga kekuasaan: Yang satu namanya Negara.
Yang satu lagi namanya civil society, (dan) yang satu lagi namanya
pasar atau market.
Jadi ikhwah sekalian…
Negara
ini, tidak lagi berdiri sendiri, walaupun ia adalah organisasi terbesar
yang mengatur ini (civil society) dan mengatur ini (market). Tapi
otoritasnya itu dan kapasitasnya tidak selalu besar. Karena pasar ini
juga tidak berdiri sendiri.
Lebih
berkuasa mana dalam mengatur pasar, Negara RI dalam hal ini menteri
keuangan atau WTO?? WTO. Jadi ada organisasi diatas Negara, yang
mengatur Negara-negara itu. Begitu juga civil society. Pada akhir
90-an. Setiap tahunnya ada 3 milyar orang yang naik pesawat dalam
catatan Newsweek. Sekarang kan lebih banyak. Apalagi di era
tranportasi murah sekarang itu, Sekarang lebih banyak orang. Artinya
apa? Ini artinya antum setuju atau tidak ini adalah era borderless terri.
Gak ada lagi batasan dari segi jarak. Tapi telekomunikasi itu
menghilangkan jarak waktu. dan 5 atau 10 tahun yang akan datang, tren
telekomunikasi itu nanti, ikhwah sekalian..!! Ini menurut ahlinya, saya
konsultasi dan ngobrol-ngobrol; nanti pembicaraan lokal dan
internasioanal itu akan sama. dan provider telekomunikasi, perusahaan
seluler sekarang itu akan mulai turun. Sama semuanya itu. Sekarang
sudah mulai sebenarnya. Jadi antum bisa membayangkan negara tidak bisa
membatasi lagi orang saling berkomunikasi. Pelan-pelan nanti
transaksi-transaksi pasar itu seluruhnya akan dilakukan melalui
internet. Dan sekarang bagaimana caranya pemerintah mengambil pajak
dari transaksi di internet.
Civil
society, itu artinya apa ikhwah sekalian.. Ada kejadian-kejadian kecil
yang terjadi disini itu kedengaran secara global, contohnya pembunuhan
Munir, bunyi suaranya sampai ke PBB, sampai ke Kongres Amerika itu.
Capee.. aja pemerintah menjawab pertanyaan. Itu civil society..
Oleh
karena itu ikhwah sekalian, jika kita hanya tumbuh kesini (Negara),
tidak menguasai ini dengan baik (civil society) atau tidak menguasai
ini dengan baik (market) kita tidak bisa mengendalikan hidup. Inilah
tiga distribusi kekuasaan utama, tiga kekuatan utama di Negara kita.
Bagaimana kekuatan pengaruh antara masing-masing ini? Itu tergantung
dari satu tempat ke tempat yang lain, dan dari satu periode ke periode
yang lain.
Waktu
di TPPN ada yang mempertentangkan DR. shohibul iman tentang, ya kalau
kita baca teori Soros, market memang lebih berdaya dari pada Negara.
Tapi kalau kita baca teori yang lain negara kan regulator. Tapi kuatnya
atau tidaknya negara itu tergantung siapa yang punya asset paling
banyak. Iya kan…?! Jadi kita tidak bisa mengatakan mana lebih kuat
market atau Negara…?! Ada waktu tertentu Negara lebih kuat, dan ada
waktu tertentu ini (market) lebih kuat, ganti-gantian aja itu. Tetapi
kalau kita ingin berkuasa kita mesti punya share kekuatan pada tiga
komponen ini. Oleh karena itu PKS harus ada disini (ditengah).
Distribusi kekuatan kita itu harus ada di tiga kekuatan ini. Kalau Cuma
disini (negara) sedikit. Disini itu (negara), pelaku utamanya ada tiga
; Politisi, Birokrat dan Militer. Disini (civil society) pelaku
utamanya kita sebut dengan informal leader. Informal leader itu bermacam-macam; budayawan, artis. Antum suka atau tidak suka artis itu informal leader.
Suka atau tidak suka itu. Dia datang orang ikut. Antum boleh punya
janggut sepanjang-pangjangnya, sesoleh-solehnya itu belum tentu informal leader, tapi artis, suka atau tidak suka informal leader,
dia datang orang datang, dia goyang orang goyang. Jangankan itu
Presiden pun ikut bikin lagu pula itu, ya ikut jadi artis lah. Setelah
gagal jadi negarawan. Ini era bintang. Pemain bola jadi bintang.
Disini (civil) ada media sebagai infrastruktur yang paling kuat. Terutama TV. Pimpinan ormas itu informal leader. Ada masanya sendiri, pemikir, akademisi, pimpinan kampus dan seterusnya itu informal leader. Orang-orang yang punya pengaruh di tengah masyarakat, kita sebut sebagai informal leader.
Dia berpengaruh karena kapasitas pribadinya tanpa struktur, baik karena
intelektualitas maupun karena spiritualitasnya. Jadi dia mungkin
pemimpin spiritual, dia juga mungkin pemikir, Trand setter
dalam pemikiran-pemikirannya, tapi dia juga mungkin selebriti. Makanya
kalau demikian banyak para selebriti yang masuk politik memang gampang.
Itu termasuk salah satu jalur cepat, tanpa harus bikin partai. Kalau di
Amerika kan banyak contohnya; Ronald Reagan, Arnold Schwarzeneger. Yang
di DPR kan banyak ; Ada Dede yusuf ada Ajie Massaid, Angelina Sondakh,
ada Igo Ilham di DPRD.
Disini (market) pelaku utamanya kita sebut sebagai pengusaha, orang businessman. Jadi kalau kita bicara tentang leverage to lead kita bicara tentang distribusi ini.
Ikhwah sekalian..
Pertanyaan
bodohnya begini, kalau orang yang kita bawa kesini (negara) adalah
mahasiswa yang kita rekrut sejak SMP, kita
tarbiyah..tarbiyah..tarbiyah…sekarang kita kapitalisasi masuk ke dewan.
Jadi politisi dia. Ada Rama Pratama, Andi Ramco, Fahri Hamzah, Mustafa
Kamal,. semuanya masuk disini. Ada Abu Bakar yang waktu direkrut sejak
masih pakai celana pendek, sekarang masuk menjadi anggota DPR, masuk di
panggung negara. Tapi kalau ada ikhwah, mahasiswa yang kita rekrut
menjadi pengusaha sejak dia tidak kenal duit saat belajar dagang hingga
menjadi pengusaha sukses, kira-kira berapa tahun untuk mencapai level
ini…??? Keluarga Salim itu baru bisa menjadi konglomerat setelah 120
tahun bisnis keluarga itu berlangsung. Itu tidak gampang. Sampurna itu
menjual seluruh sahamnya itu setelah 50 tahun keluarga itu bekerja
total uang keluarga semuanya 2 milyar dollar (18 trilyun). Itu setelah
lebih dari 50 tahun. Nah sekarang, disini (market) kita kosong kan?!,
kita punya Dep-Tan, tapi kita tidak punya pengusaha Agri bisnis,
makanya kita kerjasama dengan pengusaha agribisnis, yah kecil-kecil
jadi calo lah. Gak apa-apa ini baru tahap pertama. Jadi broker dulu
lah. Sekarang kalu antum membina informal leader, trend setter disini.
Berapa jumlah pesantren kita? Ada al-kahfi.
Berapa jumlah selebriti kita? Ini masalahnya selebriti kita rekrut berhenti jadi selebriti.
Saya
ngobrol panjang dengan Dedi Mizwar. Dia bilang, Saya susah juga. Karena
Saya kerja sendiri. Tiap tahun Saya hanya bisa memproduksi maksimum dua
seri, dua serial. Maksimum. Memang sih meledak. Tapi sepanjang tahun
kan, akhirnya yang mengisinya Raam Punjabi. Jadi -dia bilang- sekarang
Saya sedang berfikir bagaimana membuat training-training, workshop
untuk para calon-calon selebriti. Dia mulai beli tanah, padepokan dan
lain-lain. Dalam pelatihan sambil kita didik moral mereka, supaya
menjadi selebriti yang bermoral dimasa yang akan datang.
Dan
kita kan belum punya investasi disitu sampai sekarang. Jadi antum
lihat. Kunci-kunci pengendalian sosial itu tidak kita miliki. Sekarang
antum bandingkan. Ada 12 channel televisi di Indonesia, semuanya punya
jam tayang 24 jam, kalau satu program itu minimunnya ½ jam, untuk satu
program TV, berarti kan setiap hari harus mempunyai 48 program. Satu TV
dikali dalam satu tahun 365 hari, dikali 12 channel TV (1X365X12). Jadi
berapa program yang harus tersedia??
Jadi
waktu kita mentarbiyah ikhwah kita semuanya, 2 jam dalam halaqoh itu,
setelah itu dia pulang, dia menonton TV berjam-jam. Setelah kita
doktrin semuanya, dia nonton TV. Dicuci lagi tuh. Kita mentarbiyah
supaya menjadi pemuda yang tangguh, setelah itu kita suruh dia untuk
kawin. Begitu dia kawin dan beranak pinak. Dia sibuk, anaknya diurus
oleh televisi. Diurus oleh internet. Dan ini masuk ke rumah kita semua.
Dan sekarang, kita tidak memasukannya lagi dalam wasail ghozwul fikri. – tidak tahu masih ada di materi kita ini. Ini sekarang masuk wasail tarbiyah atau wasail ghazwul fikri-.
Jadi ini yang Saya sebut dengan landscape sosial kita itu. Masyarakat itu dikendalikan oleh orang-orang, oleh figur-figur Ini, Informal leader.
Disini
–pasar- di drive oleh pengusaha. Masing-masing semua menjadi raja. Dan
disini tujuannya. Share tiga-tiganya. Politisi boleh punya presiden.
Boleh jadi presiden. Boleh jadi wakil presiden. Boleh jadi menteri.
Tapi eselon satu kebawah.. Nah itu birokrat. Begitu ada baru menteri
datang. Birokrat langsung lihat, ini high capacity atau under capacity.
Begitu under capacity dia dipimpin oleh birokratnya.
Tentara,
memang tidak berpolitik. Tapi dia bisa mempengaruhi seluruh jalannya
politik. Makanya semua calon-calon presiden tahun 2009, -coba antum
lihat- banyakannya dari tentara kan. Memang sudah di eleminasi, tapi
dia tidak hilang. Keluar dari permainan tapi dia bisa masuk dalam baju
yang lain. Sekarang SBY punya kebijakan, di semua pilkada mesti ada
satu dari gubernur atau wakil gubernur, walikota atau wakil walikota,
bupati atau wakil bupati dari tentara. Kebijakan SBY, supaya bisa eksis
lagi, bisa menang lagi pada 2009 nanti. Makanya jawa barat sampai
sekarang gak putus-putus, karena factor itu, jadi tiga panggung ini
sekarang kita ada sedikit disini, sedikit politisinya sedikit
birokratnya, belum punya leader.
Berapa share kita di negeri ini? Kecil kan.
Tapi kan kita mau memimpin ini negeri. Jadi persoalan PKS sekarang adalah bagaimana menjadi leading party. Bagaimana kita menjadi partai pemimpin. Sekarang kita baru tahu. Kalau kita memimpin apakah kita perlu memiliki semua??
Soeharto
disaat terakhir. Waktu dia terpilih lagi menjadi presiden tahun 97. Kan
semua timnya itu shohibnya semuanya. Bob Hasan yang tadinya pengusaha
masuk menjadi menteri. Anaknya sendiri masuk jadi menteri. Semua orang
dekatnya menjadi menteri. Panglimanya Wiranto. Dibawahnya ada Prabowo.
Semuanya. Geng besarnya masuk semua itu. Tapi waktu semua geng besarnya
masuk semuanya dia jatuh. Sekarang coba antum fikir-fikir dulu. Kalau
kita mau mengembangkan kapasitas kita, leadership capacity kita itu.
Jadi
tadi kita sudah sampai pada pembahasan distribusi kekuasaan. Cara yang
harus PKS kalau mau memimpin. Yaitu mempunyai share yang besar pada
tiga panggung utama itu (State, Civil society dan Market).
Secara
sederhana, kita sebagai gerakan itu kalau ingin punya kendali kira-kira
aset-aset utama kita itu adalah ini. Kita kembali lagi pada gambar
segitiga ini; Ide, Orang dan Uang.
Sekarang,
-kalau antum lihat- reformasi ini kenapa mengalami stagnasi? karena
tidak ada ide besar disini. Tidak ada satu kekuatan yang sangat
berkuasa. Karena tidak ada yang punya orang sebanyak yang diperlukan,
dengan kapasitas yang diperlukan. Begitu juga uang terdistribusi secara
tidak pasti dan tidak merata. Jadi tidak ada orang yang punya
tiga-tiganya sekaligus. Tidak ada kelompok yang punya tiga-tiganya
sekaligus. Makin besar kepemilikan kita pada tiga ini, maka makin besar
share kita dalam kepemimpinan.
Jadi,
kalau Gajah Mada kenapa dia legendaries di negeri ini kita, karena dia
datang dengan satu ide besar tentang Nusantara. Soekarno, juga datang
dengan ide besar namanya Revolusi. Soeharto datang dengan ide besar
namanya Pembangunan. Kita datang dengan ide besar namanya apa??
Saya sudah jelaskan pada pertemuan yang lalu bahwa ide besar itu adalah masalah ruang (dairatul mumkinat).
Semua yang menjadi mungkin dalam ruang pemikiran kita, menjadi mungkin
dalam realtitas. Jadi kalau di dalam ruang pemikran itu sesuatu tidak
mungkin, lebih tidak mungkin lagi dalam ruang realitas. Nah, makanya
makin besar ide seseorang, makin besar ruang realitasnya juga. Seperti
ketika Imam Syahid menjelaskan tahapan-tahapan dakwah, yang terakhir
adalah ustadziyyatul alam. Pada waktu dia masih dijajah,
masih di bawah penjajahan Inggris. Jadi kalau pada saat itu saja, dia
memiliki cita-cita besar seperti itu. itulah yang menjelaskan kenapa
ikhwan masih hidup (eksis) sampai sekarang. Idenya itu melampaui
zamannya. Sewaktu-waktu kalau khilafah ini tegak orang akan kembali
mengenang idenya itu.
Bandingkan
Hasan Al-Banna dengan pemikir sebelumnya, misalnya diatas beliau itu
ada Rasyid Ridha yang sempat berinteraksi, diatasnya lagi ada Muhammad
Abduh, diatasnya lagi Jamaluddin Al-Afghani, dan yang se zaman dengan
Jamaludin Al-Afghani tapi beda tempat; Abdurrahman Al-Kawakibi.
Abdurrahman al-kawakibi itu punya buku yang namanya tobai’ul istibdad (karakter kediktatoran). Dia mendefinisikan penyakit umat islam cuma satu yang namanya kediktatoran.
Al-Afghani
menyebutkan bahwa dia setuju dengan premis al-kawakibi. Dan karena itu
solusinya adalah perlu ada gerakan politik. Makanya Pan islamisme
idenya. Itu akhir abad ke 19. Ide Pan islamisme itu adalah ide dari
Al-Afghani. ide ini terlalu besar, tapi tidak -kalau istilah
orang-orang manajemen sekarang ini-, diketahui cara mengeluarkan
ide-ide secara nyata. Karena itu orang-orang dalam manajemen itu
-antumkan belajar planning-, yang jauh lebih penting dari planning itu
adalah menyusun strategi. Memformulaasi strategi adalah mengetahui
dengan pasti How to execute, bagaimana mengeksekusinya. Makanya ide-ide itu adalah ide yang tidak bisa di eksekusi, karena tidak ada penjelasan bring down-nya. Tidak ada sterategi untuk membuatnya jadi nyata. Antum lihat ruang kemungkinannya cuma satu disitu.
Muhammad Abduh datang dengan ide yang lebih aplikatif. Ide tentang pendidikan. Karena itu iconnya Abduh itu adalah islah. Dan islah itu dimulai dari pendidikan, makanya buku besarnya adalah kitabuttauhid. yaitu pembersihan masyarakat.
Rasyid RIdha melanjutkan ide. Dan karena itu dimelanjutkan perlunya pemahaman ulang tajdid dalam pemahaman kepada Islam.
Hasan
Al-Banna ada diurutan, merupakan satu kesinambungan dari sini. Makanya
konsepnya tarbiyah, tetapi itu tidak cukup. Itu adalah sarananya.
Diperlukan wadah yang lebih besar namanya organisasi. Makanya ide utama
dari Hasan Al-Banna itu adalah ide tentang tarbiyah dan yang kedua ide
tentang organisasi. Tarbiyah itu adalah reformulasi individu,
rekonstruksi individu, jamaah itu adalah kanang, wadah untuk
menyalurkan potensi yang sudah terbentuk. Kalau tidak ada itu tidak ada
yang bisa bekerja, oleh karena itu pemikiran tentang organisasi ini
adalah pemikiran yang mendahului zamannya.
Teori-teori
tentang manajemen yang lahir tahun 50an keatas, setelah perang dunia
kedua, itu semuanya membenarkan. Menjelaskan pentingnya, terutama kalau
antum bacanya buku Peter L Gardnerd, pentingnya bekerja di dalam dan
melalui organisasi. Karena kita tidak bisa bekerja sendiri. Inilah
zaman dimana manusia tidak sebanyak seperti sekarang. Jumlah manusia
ini terlalu banyak dan karena itu kita menyediakan dan selalu bekerja
didalam dan melalui organisasi. Itu idenya. Karena ide ini besar, lebih
besar lebih besar dari ide selanjutnya, makanya lebih lama
beratahannya. Tapi ide Hasan Al-Banna bukan sekedar ustadziyatul alam,
bukan sekedar Pan Islamisme, idenya lebih besar dari itu. Dia
melammpaui wilayah geografi dunia Islam. Makanya di kelompok dunia
Islam idenya itu adalah tahrirul wathan islami setelah islahud daulah.
Selesaikan
persoalan internal di dunia Islam. Kita sudah bebas dari penjajahan.
Kita sudah melaksanakan konsolidasi. Tugas kita yang terakhir adalah ustadziyatul alam.
Idenya lebih besar, karena itu ruang kemungkinan ikhwan lebih besar.
Karena itu ruang realitasnya juga lebih besar. Tidak ada organisasi
yang bertahan se lama ikhwan di dunia Islam. Dan antum lihat sejak
periode itu..!! Karena idenya sangat besar, semua ide-ide kecil yang
datang kemudian, mengisi ide-ide yang besar itu. Berapa banyak buku
yang ditulis tentang satu judul yang namanya tarbiyah. Berapa banyak
buku yang ditulis tentang fiqh dakwah. Berapa banyak buku yang ditulis
tentang idarat tandzim, idaratul jamaah, idarat dakwah. Berapa banyak buku yang ditulis tentang konsep ideology. Berapa banyak buku yang ditulis tentang fiqh daulah, sejak Abdul Qadir Al-Audah sampai Yusuf al-Qadhawi sekarang.
Ide
besar ini, merangkum ide-ide kecil, sub-sub yang ada didalamnya. Karena
ruangnya besar maka ruang realitasnya juga besar. Punya struktur di 70
negara. Dengan sumber daya yang sangat terbatas. Apa yang membuatnya
jadi mungkin?? Ide…
Dia
datang waktu umat Islam itu kosong. Makanya perpustakaan dunia Islam,
yang mengisi, semua penulis ikhwan. Semua buku yang terbit di adab 20,
di dunia Islam antum perhatikan, yang terkait dengan pemikiran
keislaman, pemikiran pergerakan, pemikiran tentang dunia Islam itu
sebagian besarnya adalah pemikir ikhwan. Antum lihat perpustakaan. Itu
ide. Dia punya ide dan dia menciptakn orang. Uang datang kemudian.
ikhwan-ikhwan sekalian…
Semua
actor ikhwan itu miskin semuanya. Tapi bisa bikin liqoat alamiyah.
Miskin tapi bolak balik luar negeri. Makanya Saya tidak pernah percaya
bahwa uang itu warisan. Bukan. Yang saya percaya uang itu adalah produk
ide dan orang. Makin besar idenya makin besar juga uangnya. Tapi kalau
kita tidak punya ini (uang dan orang), tidak ada ide yang jadi
realitas.
Jadi kalau kita jadi leading party ini:
1. Kita harus punya yang namanya narasi.
2. Kita harus punya yang namanya kapasitas.
3. Kita harus punya yang namanya sumber daya.
Apa ide yang kita tawarkan untuk itu?
Jadi
sekarang kita tidak lagi berfikir tentang sekedar bagaimana membesarkan
PKS tetapi bagaimana membesarkan bangsa. Setelah itu kita berfikir ke
level lebih tinggi bagaimana bangsa Indonesia punya kontribusi ke
dunia. Begitu kita punya ide, punya narasi yang kita tawarkan kepada
public. Kita akan menjadi leader. Makanya kapasitas pertama dari
seorang leader itu adalah naratif intelijen. Kemampuan
menguasai orang melalui kata. Itulah yang menjelaskan kenapa soekarno
masih bertahan sampai sekarang. Dan itu juga yang menjelaskan kenapa
mukjizat Rasulullah saw itu adalah kata. Al-Quran. Antum sekarang bisa
bayangkan waktu Rasulullah saw hidup perbandingan orang Islam itu
1:1000. 100 ribu orang hidup ditengah 100 juta orang di seluruh dunia.
Sekarang
perbandingan satu umat Islam dengan non muslim 1:5. Dari mana coba
datanya ini? pemimpinnya sudah mati. Tapi terus tumbuh. Jadi kalau
sewaktu-waktu Rasulullah mengatakan; “Bahkan ketika kalian punya dua emas sebesar dua gunung Uhud infak kalian tidak bisa melampaui pahala para sahabat”.
Ya jelas. Semua yang masuk Islam sesudah mereka kan, mereka dapat
pahala. Sekarang ketika jumlah umat manusia hampir 5 milyar lebih
hampir 6 milyar. Antum bisa bayangkan. Kata, Mukjizat. Ada yang masuk
Islam melalui ekspansi. Ada yang karena kesadaran sendiri, ketemu di
jalan atau macam-macam.
Nah, itu kapasitas utamanya seorang leader; naratif intelijen. Sekarang ini PKS itu, bedanya periode yang lalu dan yang sekarang adalah periode yang lalu itu I can see, seksi aja dimata orang, kelihatannya itu. Ada anak-anak muda bersih dan peduli. Tapi begitu kita ingin menjadi leader, expectasi
orang berubah. Kita tidak lagi dipersepsi sebagai partai mahasiswa.
Kemarin kita dipersepsi sebagai anak manis. Kumpulan anak-anak manis
negeri ini. Berkumpul jadi satu, dinamis, pinter-pinter, baik-baik.
Tapi untuk jadi leader? Enggak..
Nah
sekarang ketika ingin naik kesana persepsi kita harus dirubah..!
persepsi tentang kompetensi. Makanya di tim media sekarang mereka
merumuskan. Kata kunci itu, headline kita itu; “Bersih, Peduli,
Terbuka, Kompeten”.
Inikan
(bersih peduli) merupakan integritasnya, dan ini (kompeten) menyangkut
masalah kapasitas, sedangkan ini (terbuka) adalah imagenya. Maksudnya
kita diterima disemua pihak. Ini namanya (kompeten) what to say-nya bukan how to say-nya. Bagaimana cara mengatakannya itu lain lagi. Tapi ini empat point intinya ini.
Kapasitas
pertama yang harus kita miliki adalah naratif intelijen. Makanya para
pemimpin itu kalau mau punya naratif intelijen; dia harus seorang
penulis dia harus orang orator. Mutlak. Tidak bisa tidak. Jadi salah
satu training penting buat antum disini adalah publik speaking dan menulis. Itu maharat aqliyyah.
Ada
buku yang bagus antum baca dari “kumpulan pidato-pidato yang paling
berpengaruh sepanjang abad ke 20”. Saya dulu pernah membuat riset kecil
tapi tidak berlanjut, pidato-pidato yang paling berpeluang sepanjang
sejarah Islam. Itu menarik sekali. Ada pidato politik. Pidato ilmiyah
dan juga ada pidato perang. Kalau antum lihat Khalid bin Walid itu
bukan sekedar jago bertarung, tapi juga orator. Contohnya; Diperang
Yarmuk, dia kan tadinya ada di Irak, jumlah pasukan yang sudah masuk di
Yarmuk itu sekitar 27 ribu, berhadapan dengan 240 ribu pasukan Romawi,
ini berbulan-bulan lamanya pasukan saling berhadap-hadapan tapi tidak
saling bertempur. Periodenya Abu Bakar.
Khalid
waktu itu ada di Irak, setelah Abu Bakar meninggal ini soal komandan
lapangan, kenapa tidak bertempur. Artinya begini. Yang 240 ribu ini
tidak berani menyerang yang 27 ribu ini. Alasannya, memang (pasukannya)
kecil tapi pengalaman menangnya terlalu banyak. Yang ini (pasukan
Islam), memang pengalaman menangnya banyak tapi belum pernah bertemu
pasukan sebanyak ini.
Khalid
datang dan pasukan Khalid dipanggil dan ditambah lagi pasukan sebanyak
9 ribu orang sehingga menjadi 36 ribu ini. Waktu Khalid datang
wacananya sama seperti Abu Bakar. Cuma dalam sekologi militer. (Ada
buku bagus yang bagus juga antum baca “sekologi of war”,
sekologi perang). itu bahaya, tentara dibiarkan begini, karena
lama-lama itu ketakutan mulai merasuk kedalam. Mau lari tidak bisa. Mau
maju juga tidak bisa. Harus ada keputusan. Begitu Khalid datang. Dia
konsolidasi. Dan setelah konsolidasi satu bulan lamanya, diputuskan
kita memimpin secara bergantian. Pemimpin pertamanya Khalid. Setelah
itu bergantian. Setelah itu dia putuskan hari penyerangan. Waktu hari
penyerangan itu dia pidato. Pidatonya tidak terlalu panjang. Dan Saya
perhatikan para sahabat itu kalau pidato kenegaraan atau pidato perang
hampir tidak ada yang lebih dari 5 menit. Dilihat dari segi teksnya.
Dia bilang begini: “Ya ma’syarol muslimin, hadza yaumun min ayyamillah”. Antum lihat kalimatnya!! “hadza yaumun min ayyamillah” darimana antum dapat istilah ayyamullah
itu?. Itu saja, kemampuan orang mengartikulasi sebuah makna yang
tervisualisasi begitu kuat antum langsung terikat dengan Allah SWT,
terikat pada statemen pertama “hadza yaumun min ayyamillah, fa akhlisu fiihi jihadakum lillah”. Dia mulai dari statemen yang pertama “Fa akhlisu fiihi jihadakum fillah”.
Setelah itu dia masuk pada tekhnisnya. Daripada kita sibuk menghitung
jumlah pasukan, lebih baik kita sibuk menyembelih mereka itu. Setelah
takbir Allahu Akbar maju mereka menyerang. Selesai….
Jadi
komandan perang pun punya kadar yang besar dari naratif intelijen.
tidak ada ceritanya orang kalau gak orator dan bukan penulis. Dia tidak
akan abadi. Karena itu keterampilan itu mutlak. Itu dalam basic kompeten dari seorang leader.
Antum
lihat lagi presiden-presiden Amerika yang berpengaruh dari yang lain.
Umumnya itu adaalah begitu. Waktu perang dunia kedua siapa perdana
menteri inggris?? Itulah kelebihannya dia. Umumnya orang Inggris itu
tinggi-tinggi tapi dia pendek. Orator. Dari dialah istilah “Saya tidak punya sesuatu in Inggris, kecuali hanya darah, keringat dan air mata”. Itu dia ucapkan di parlemen, siapa bangsa yang sedang perang begitu dikasih kalimat-kalimat begitu. Abadi pidato itu.
Jadi begitu kita punya ide, kita jadi trandsetter. Yang lain, semuanya jadi follower.
Nah,
yang kedua dari kapasitas leadership itu adalah kapasitas eksekusi.
Kapasitas eksekusi itu ditentukan disini (orang dan uang). Ada orang
yang punya kapasitas dan ada sumber daya. Kita datang kepada negara
tapi kalau tidak ada orang untuk mengeksekusi ini. Tidak bisa. Sekarang
persoalannya adalah apakah orang kita cukup? Tidak bakal cukup. Apakah
kita harus menunggu sampai cukup? Tidak. Karena kapasitas yang ada
dinegeri ini juga banyak, masalahnya mereka belum tersentuh sama
harakah. Itu saja. Tetapi kalau kita punya ide-ide besar kita bisa
mendayagunakan semua orang-orang itu. Jadi kapasitas ini menyangkut
orang.
Sumber
daya. Ini juga bukan sekedar uang. Sebenarnya media itu adalah sumber
daya. Informasi adalah sumber daya. Uang adalah sumber daya. Tentara
juga sumber daya. Jadi kita perlu sosial capital, kita juga perlu financial capital, kita juga perlu political capital.
Sekarang
kalau kita jadi presiden, bayangkan kalau ada 35 menteri, di bawahnya
masing-masing 10 dirjen, berapa jadinya? 350 dirjen. Dibawah dirjen itu
biasanya ada berapa eselon duanya? Satu dirjen itu biasanya ada berapa
direktur? Rata-rata 5 direktur, jadi 10 x 5 / atau 50 x 35. Berapa
semua? 1500 lebih. Itu orang-orang inti yang antum perlukan.
Nah
jadi kita harus mengakui terlebih dahulu ketidak sempurnaan kita itu.
Tapi itu bukan penyakit. inikan menyangkut masalah cara mengelola. Yang
penting kita mengetahui dahulu dimana batasan kita dan dimana batasan
orang lain.
Nah
kalau ini sudah clear ikhwah sekalian. Pertanyaan besarnya: Bagaimana
caranya kita merakit semua potensi-potensi itu sekaligus? Yang tidak
boleh tergantikan pada orang, itu adalah ini (narasi), itu yang harus
original. Adapun yang ini (kapasitas dan sumber daya) bisa kita mix
dengan orang, karena ada banyak orang yang punya ini (kapasitas) dan
punya ini (sumber daya) tapi tidak jadi.
Jadi.
ikhwah sekalian Antum lihat. Uang itu menyangkut persoalan yang lebih
tekhnis. Dalam hal-hal seperti ini kita tidak bicara masalah hal-hal
yang bersifat idealisme dan pragmatism. Ini persoalannya adalah
pemahaman tentang realitas. Kita akan menjadi sangat picik kalau kita
menyederhanakan masalah ini dengan persoalan idealis atau pragmatis.
Karena tidak ada urusannya kesitu. Sama sekali tidak ada.
Antum
belajar sirahpun, antum akan sampai pada kesimpulan ini kalau pemahaman
kita benar. Karena tugas kita adalah sinaatul hayah, inilah semua yang
kita perlukan untuk sampai kesitu. Dan menurut Saya inilah persoalan
kronik di partai-partai Islam sejak masa Orde Baru yang tidak pernah
mereka selesaikan. Mereka terjebak kepada persoalan yang sangat picik.
Menjadi idealis. Akhirnya tidak bisa terjun ke politik secara bebas.
Karena di politik orang dituntut untuk menjadi pragmatis. Pragmatisme
itu adalah filsafat. Dan tidak banyak orang faham; filsafat yang
berkembang di zaman modern ini. Pragmatisme itu adalah filsafat.
Intinya adalah mengukur kebenaran suatu kebaikan, suatu ide dengan
hasilnya. Kalau hasilnya benar idenya secara otomatis jadi benar. Itu
idenya. Sebagian dari ide ini benar, tapi tidak seluruhnya benar. Jadi
pragmatism itu bukanlah satu cara tentang penjelasan menghalalkan
segala cara. Tidak. Dan menurut Saya parta islam karena terlalu lama
terjebak dalam masa-masa itu. Dalam fikiran-fikiran seperti itu.
Akhirnya fikiran besar itu tidak terangkum dalam ide besarnya.
Ini
pula yang menjelaskan, kalau kita membaca literatur partai-partai
Islam, para pemikir partai-partai Islam di Indonesia. Menurut Saya.
Mereka tidak pernah keluar dari persoalan yang semoit seperti ini.
Kenapa narasinya soekarno lebih bertahan daripada narasi atau
pemimpin-pemimpin Islam pada waktu itu. Tema yang difikirkan Soekarno
pada saat itu jauh lebih besar dari tema yang kita fikirkan. Saya tidak
tahu apakah buku itu masih dicetak sampai sekarang atau tidak, tapi
Saya dulu membaca total bukunya Natsir hampir semuanya saya baca. Yang
paling khusus itu adalah bukunya kapita selekta. Tapi kalau
antum baca debatnya soekarno dengan Abdul Qadir Hasan, antum akan
melihat ide itu. Tapi ide yang lebih menarik adalah di bukunya “Bung
Karno penyambung lidah rakyat”.
Antum
baca lagi pledoynya waktu dia berumur 29 tahun, memang terasa
perbedaannya. Jadi kalau kemudian dia mendapatkan penerimaan yang lebih
luas. Itu masalah skala, ruang yang kita fikirkan. Dan PKS ini kalau
yang kita fikirkan perkara yang kecil itu, orang lain akan merasa bahwa
kita tidak berada dalam ruang pemikiran PKS. Jadi orang-orang dinegeri
ini merasa bahwa mereka bukan objek yang difikirkan oleh PKS karena
kita tidak pernah punya sesuatu yang kita tawarkan. kita tidak pernah
punya satu profosal untuk bangsa Indonesia.
Apa ide kita tentang masa lalu dan apa ide kita tentang the next Indinesia?
Tidak jelas. Tidak prnah kita rumuskan. Dan kita tidak pernah membuat
satu proses internal yang sangat intensif untuk merumuskan itu. Ada
platform kita sebenarnya. Platform kita itu kan ada. Yang sekarang
sudah akan dicetak. Tapi ide secara keseluruhan itu yang belum ada.
Nah
menurut Saya. Itu yang menyebabkan kalau kita ingin mengungguli
partai-partai sekuler dimasa yang akan datang. Kita harus pertama kali
mengungguli disini (narasi). Akhirnya partai-partai islam itu cenderung
yang kita pertahankan kemudian kembali kepada kampanye yang simplikasi.
Membangun emosi keagamaan. Kita tidak membangun satu rasionalitas
kehidupan. Kita tidak menawarkan sesuatu yang rasional yang kita
kemudian yang ditawarkan oleh partai-partai islam adalah sentiment
keagamaan.
Makanya
kalau antum lihat ikhwah sekalian di bukunya Dreasley tentang Islamisme
di timur tengah dan transformasinya ke Indonesia, dia menukil satu
tulisan yang ditulis oleh olive roey: “Tajribatul al-islam siyasi”,
penulis Perancis, sudah diterjemahkan oleh penerbit Mizan, (kegagalan
Islam politik), jadi dia mengatakan; “Jadi demokrasi, perlu di
globalisasi dan tidak perlu mengkhawatirkan munculnya
pundamentalis-pundamentalis Islam, gerakan Islam pundamentalis di dalam
sistem demokrasi. Kenapa? Ketika mereka berkuasa. Mereka akan turun
sendiri. Karena mereka tidak punya kapasitas untuk berkuasa. Itu dia
persoalannya.
Kalau antum pergi ke Teluk sekarang antum bisa memahami kenapa terjadi futur yang terjadi di teluk secara qoutry.
Antum lihat di teluk sekarang itu ada perubahan demografi yang luar
biasa dahsyatnya. 5 atau 10 tahun ke depan penduduk asli Emirat Arab
itu akan tinggal 2,5 %. Inikan rekomposisi demografis yang dahsyat.
Tidak ada lagi fitur-fitur islam atau arab itu di Dubai. Seluruhnya
fitur-fitur modern disana. tidak ada. Itu benar-benar global sistem.
Sehingga ikhwah disana itu mulai futur. Hampir jama’i. Tidak sampai
keluar dari ikhwan seluruhnya tapi hampir semua menjadi futur. Tidak
mengerti apa yang harus mereka lakukan. Penduduknya hanya 200-300 ribu
sekarang hampir 400 ribu, dan undang-undang ke warga negaraannya
dirubah. Siapa yang punya –karena dihubungkan dengan investasi-,
sekarang Qatar mulai merubah undang-undang kewarganegaraannya, mereka
memerlukan tambahan penduduk. Jadi kalau antum pergi ke Qatar sekarang
Antum antri di bandaranya. Antum akan lihat, yang antri itu; satu orang
cina, yang kedua orang Eropa timur, yang ketiga orang India.
Di
Dubai sekarang ada lebih dari satu juta orang India, tapi di Dubai
sudah ada China Town. Jadi perubahan demografi ini. Itu membingungkan
orang semuanya. Karena ada uang secara tiba-tiba yang meledak, datang
dalam jumlah besar dan ini harus dikelola, harus di buat proferti,
kalau disebarkan ke proferti yang ngisi siapa? Kan mereka perlu warga
Negara. Mereka perlu penduduk untuk mengisi itu. Kalau tidak uang ini
mau disimpan dimana? Disimpan diluar tidak aman disimpan di dalam
(disini), Negara kecil.
Makanya
Saya lihat ikhwah banyak yang futur, kehilangan ide bagaimana
berhadapan dengan situasi baru ini. Bandingkanlah perubahan strategis
ini dengan buku-buku yang ditulis oleh mufakir harakah disana. Para
duat! Konsennya kemana mereka? Konsennya kemana para duat? Antum lihat
buku-buku yang ditulis misalnya yang paling poluler misalnya da’i di
Saudi? Aidh al-Qarni. Antum lihat ide-idenya..!! Bandingkan perubahan
sosial yang sekarang sedang terjadi. tidak macth. Semua ide-ide tentang
la tahzan itukan ide tentang pertahanan sosial, bukan sesuatu
yang expansif. Tentang bagaimana mendayagunakan perubahan-perubahan
baru, situasi-situasi baru. Ini tidak ada. semua ide-ide itu adalah
ide-ide defensive. makanya tidak akan kuat bertahan. Orang tidak setuju
dengan Walid bin Tholal. Dia bikin rotanah. Pusing… semua pake satelit.
Sekarang kalau antum lihat, sistem televisi disana itu bukan pakai
transmeter, tapi pakai satelit langsung. kalau antum nginep di
apartemen Saudi atau di Kuwait atau disemua Negara Teluk. Saya pernah
nginep di Kuwait. Di dalam apartemen itu, kita bisa nyambung dengan 500
channel televisi, Antum bisa bayangkan roda pemerintahan yang
digerakkan. Sudah perubahan demografi seperti ini. Sistem
pemerintahannya monarki pula. Bagaimana harakah bisa bergerak dalam
situasi seperti itu? Sudah begitu ada Amerika di sekililingnya. Dan ada
Palestina yang setiap mereka dengar tentang pembunuhan, pembunuhan dan
pembunuhan. Bagaimana tidak stress semua orang itu. Makanya tumplek
semuanya di Mekkah. Haji Umroh semuanya.
Saya
beberapa kali ke Aljazirah, bertemu dengan wartawannya dan lain-lain.
Semua dalam keadaan defresi. Jadi sesuatu terjadi disekitarnya dan dia
tidak bisa mencernanya. Kita juga akan mengalami hal seperti itu. PKS
ini, kalau kita tidak punya ide besar untuk mencerna, isti’ab, ihtiwa
terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perubahan-perubahan yang
ada. Kemudian sebuah profosal baru untk bangsa Indonesia, kita tidak
pernah nevely leader.
Nah
karena itu, persoalan PKS sekarang sama persoalan dengan bangsa
Indonesia. Ada sumber daya alamnya, tidak punya teknologi dan tidak
punya modal. Apa yang dilakukan oleh bangsa seperti itu? Mendatangkan
investor dan beli alat teknologi!! Jangan tunggu alat sampai Indonesia
pintar-pintar mengelola minyak sendiri. Kita punya laut, tapi tidak
bisa kita dayagunakan yang ambil semua isinya, semuanya orang Taiwan.
Jadi karena itu ikhwah sekalian…
Ide tentang strategic partnership
itu adalah ide tentang ketidak cukupan. Kita sebagai satu komponen ini
tidak berdiri sendiri, tidak punya semua asset yang kita perlukan itu,
dan karena itu kita perlu share.
Dan
dalam konstalasi global sekarang ini tidak bagus bagi harakah islamiyah
itu. tidak menguntungkan sama sekali bagi harakah islamiyah itu, untuk
muncul secara sangat digdaya, naik berkuasa sendiri habis itu yang lain
semua tunduk. Tidak.
Kita
belum lihat model Turki sepanjang apa dia bisa bertahan?? Tetapi kita
perlu melihat waktu-waktu ke depan, karena itu menurut Saya model Turki
perlu bagus untuk kita pelajari dan tidak bagus pula untuk kita kagumi
secara berlebihan, kita lihat bagaimana ini akan berlanjut dimasa yang
akan datang. Dan situasi seperti itu kalau antum perhatikan di
Indonesia, untuk negeri yang sangat plural seperti ini itu juga bahaya
itu. Tetapi yang penting bagi kita, kalau kita punya tiga-tiganya itu
adalah bagaimana mengendalikan. Mengendalikan kan artinya mempengaruhi
dan mengatur, bukan memiliki semuanya, oleh karena itu kita juga tidak
membayangkan nanti pengusaha nanti semuanya pengusaha PKS, birokrat
seluruh birokrat PKS, yang kita bayangkan itu bahwa semua pengusaha itu
mempunyai kontribusi dalam arus besar pembangunan bangsa kita di bawah
kepemimpinan PKS. Itulah ide tentang strategic partnership. Bagaimana mengumpulkan aset bersama menjadi satu power.
Kalau
kata Iqbal dalam salah satu puisinya dia bilang : “Ya Allah ajarkanlah
kepada kami kembali ajaran untuk saling mencintai supaya lidi-lidi ini
bisa kami rakit jadi sapu !!” Persoalan kita kira-kira itu.
Nah itulah ide tentang strategic partnership.
Bagaimana meperbesar aset dengan mangakumulasi aset orang digabung jadi
satu. Konsep itu adalah konsep pendayagunaan. Ini bukanlah konsep suatu
antitesa yang harus kita pertentangkan dengan konsep muamarah,
konspirasi yang selalu kita pelajari dalam ghazwul fikri. Sebab dulu
kita menganggap televisi sebagai ghazwul fikri tetapi sekarang menjadi shahib
pemilik ghazwul fikri, yang setiap hari menyebarkan ghazwul fikri itu.
Yang bangun gedung kita dia pula. Setiap hari kita bikin doktrin
ghazwul fikri dan yang kasih gedung kita dia.
Apapun
posisi kita itu selalu ada konflik, jadi kita tidak membayangkan bahwa
semua kekuatan dinegriini bisa kita rangkul semua. Yang diperlukan di
negeri ini, kekuatan yang solid sekitar 60 % dari total power yang ada.
Karena kalau tidak ada, negeri ini terancam disintegrasi. Bahaya. Mesti
ada yang seperti itu, sebab jika kurang dari itu maka tidak akan cukup
untuk memimpin negeri yang kuat.
Jadi
gabungan antara demokrasi dan kesejahteraan itu hanya mungkin terjadi
kalau ada civil society yang kuat, ada pemerintahan yang efektif. Kalau
sekarangkan, ada civil society tidak terlalu kuat tapi ada juga
pemerintahan yang tidak efektif. Dan karena itu ada pasar yang tidak
dinamis, itu sebabnya setelah kita demokratis kita tidak jadi
sejahtera, tidak kunjung sejahtera. Kalau ini ikhwah sekalian kita
fahami, sekarang dengan demikian kita bisa memahami kata kunci yang
kita sebut sebagai strategic partnership, sebelum kita masuk pada partnership ini Saya mau bertanya sedikit;
Selama ini apa hambatan orang untuk bergaul dengan PKS?
Kenapa dimata tentara kita dianggap ancaman?
Kenapa
dimata, -ini contohnya Jawa Barat. Agum Gumelar sudah mau koalisi
dengan PKS, DPW Jawa Barat sudah sepakat dengan PDIP juga untuk membuat
koalisi merah putih. Agum Gumelar sudah setuju, tadinya jelek
fikirannya tentang PKS, setelah diskusi dia berubah, dia datang ke
Megawati, Megawari yang tidak mau.
Jadi sekarang kita tanya dulu “mawaniul ijtima ma’a al-‘adalah”? apa hambatan orang untuk masuk ke kita itu?
Image ini yang bikin mereka atau kita ? kita sendiri.
Jadi
hambatan terbesar orang untuk bertemu dengan PKS itu adalah karena kita
memang yang tidak menginginkan mereka itu. Itu hambatan paling besar.
Dan menurut Saya inilah inti ekslusifisme itu. a
Makanya imam Ghazali mengatakan : “Al-Insanu aduwwun ma yajhulu”.
Manusia memusuhi apapun yang tidak diketahuinya. Karena kita tidak tahu
orang lain kita cenderung memusuhi orang lain. Karena orang lain
melihat kita ini jalan masuk PKS juga tidak jelas, kanal-kanal masuk
PKS lewat apa coba? Antum lihat, kanal pintu untuk masuk PKS itu lewat
apa? Jadi kalau kita mau masuk PKS tidak jelas, pintunya dimana tidak
jelas. Tapi kalau antum mau setor duit di BCA itu kan outletnya jelas kan. Ada dimana saja outlet kami. Tapi PKS itu tidak punya outlet, itu masalahnya? Tidak ada.
Jadi
kita yang belum siap menerima orang, itu intinya yang terbesar, jadi
kalau orang memahami orang PKS itu ekslusif, itu benar. Dan menurut
saya membuat diri menjadi terbuka itu bukan sekedar perkara komunikasi.
Itu masalah konseptual juga. Karena itu antum lihat ikhwah sekalian di
dalam Al-Quran, kenapa ada banyak kata “istibdalul qoum”? disurat Muhammad ayat terakhir “Waintatallaw yastabdil qouman ghairakum tsumma la yakunu amtsaluku”. Kalau kata orang Jepang kita ini perlu hati-hati jangan sampai jadi ibrah bagi orang lain. Itu kalau ada istibalul qoum.
Itu jadi ibrah bagi orang lain. Yang harus terjadi itu, kita jadi uswah
bagi orang lain. Tempat orang mengikuti. Kalau dari jauh orang dapat
ibrah dari PKS. Itu bukan berita bagus.
Jadi istibdalul qaum
itu artinya ikhwah sekalian. Dakwah ini dakwah ilallah, bisa dilakukan
dengan tangan kita bisa juga dilakukan dengan tangan orang lain. Kalau
sudah dicoba dengan tangan kita ternyata tidak becus, dengan gampang
Allah bisa mendatangkan orang lain. Sederhan. Oleh karena itu isu
tentang keterbukaan itu pertama kali harus difahami bahwa belum tentu
kita yang terbaik yang memikul beban dakwah ini. Itu dulu.
Mengapa
orang lain yang potensinya ada, tidak kita beri beban yang sama..??
kenapa kita tidak membagi beban ini kepada orang itu? Dan perkara
bangsa ini kan
bukan perkara kita aja. Kalau kita ingin menciptakan kesejahtraan yang
akan sejahtera bukan cuma umat Islam di Indonesia sajakan? Kan
yang kafir-kafir juga akan ikut sejehtera. Zakat itu ikhwah sekalian,
hanya khusus untuk orang lslam atau untuk orang lain juga? Makanya
antum perlu bikin mukhayyam fikri fi fiqh daulah, konsep al-muallafati fi qulubihim itu apa artinya? Itukan konsep tentang kohesi sosial, dan menggunakan uang sebagai instrument kohesi sosial. Tapi apa yang dimaksud dengan fuqora wal masakin. Apakah lifuqoro muslimin, masakin al-muslimin atau foqoro an-naas?
Ada bukunya Qordhowi bagus antum baca, “al-faqru wa kaifa ‘alajahu al-islam”.
Dan balik lagi kita ke fiqh zakat. Tadi kalau antum perhatikan konsep
al-muallafati dalam asnafu zakat itu dna konsep al-fuqoro wal masakin,
itu adalah fuqora an-naas, karena ga boleh ada yang mati, nyawa yang
mati karena kelaparan fi dzilli daulah islamiyah, itu tidak boleh, itu
bukan masalah agama kelaparan itu, yang harampun dibolehkan dimakan,
kalau kita terpaksa memakannya. Makanya huququ daulah, hak Negara
Negara untuk menghukum orang yang mencuri itu jadi hilang kalau orang
mencuri karena tidak sejahtera. Karena terpaksa. Jadi Negara tidak
boleh mengambil haknya karena kewajibannya tidak dia laksanakan dengan
baik.
Jadi
konsep tentang keterbukaan itu sekali lagi, ikhwah sekalian adalah
konsep tentang kapasitas. Kita harus dengan rendah hati mengakui bahwa
di negeri kita ini banyak orang Islam, gak usah orang lain banyak orang
Islam, yang kapasitasnya luar biasa yang belum kita dayagunakan. Tapi
karena kita bekerja bukan hanya untuk umat islam, untuk bangsa secara
keseluruhan dinegeri inipun, banyak juga kapasitas yang belum kita daya
gunakan, toh kalau kita mencipkan keamanan dan kesejahteraan yang
paling menikmati itu siapa konglomerat juga, dan kebanyakan non muslim.
Jadi kenapa kita bekerja sendiri, kemudian mereka yang menikmati dari
jauh harus ikut bekerja sama kita, itu yang kita maksud dengan
investasi. Kita punya proyek mensejahterakan Negara begini, cara
mensejahterakan itu begini, begini. Kamu ikut share dari awal..!!
Karena
mereka dapat finance nanti, kalau dapat keamanan di Indonesia, orang
china kan yang paling menikmati, paling gesit ke pasar, oleh karena itu
ada anekdot, ada orang china mau masuk Islam, datang ke orang arab,
kata orang arab jangan masuk Islam, ente masuk Islam pertama harus di
sunat, yang kedua harus shalat lima waktu cape ente, ramadhan ente
puasa, lapar, babi tidak boleh, terlalu banyak yang tidak boleh,
cinanya pulang si anaknya datang, pak kenapa dilarang masuk Islam?
Ditanya keabahnya itu kenapa dilarang masuk Islam? Kata abahnya : tanah
kita sudah diambil, rumah kita sudah diambil, pasar kita sudah dikuasai
oleh mereka, kalau mereka masuk Islam masjid kita juga diambil, habis
kita punya itu, kita harus pertahankan yang namanya warisan nenek
moyang kita itu, satu-satunya property yang kita miliki.
Jadi yang mau kita kerjakan disini adalah masyru’ lil jami’. Dan karena itu yahtaju ila musyarakatil jami’. Karena yahtaju ila musyarakatil jami’, itu yang kita maksud dengan partnership itu, karena itu kira harus main step by head –satu langkah kedepan-. Dari sekedar musyarakah menjadi isyrak.
Kita adalah shohibul masyru, yang lainnya investor, ikut saham dari awal, tapi kita project ownernya, orang lain ikut bersama kita. Semua orang memberikan kontribusi sesuai dengan hajatnya. Dan inilah yang dimaksud dengan unsur tabadul lil maslahah dalam politik itu.
Seperti
yang sering saya ulang-ulang, kalau antum datang kepada orang minta
sumbangan bangun masjid orang itu bilang sekarang belum ada duit, tahun
depan baru ada. kan masjidnya harus ditunda tahun depan, nanti tahun
depan dia sudah punya duit antum datang lagi kesana dikasih antum duit
satu tahun. Masjid selesai antum kasih laporan, kita foto masjidnya
sudah jadi, laporan keuangan lengkap. Antum dapat pahala amal dan orang
itu dapat pahala infak, kemudian orang itu bilang kamu tidak kaya
karena bangun masjid, karena uangnya tidak dikorupsi jadi kita
dua-duanya dapat pahala.
Tapi
kalau antum datang ke orang minta sumbangan untuk pemilu orang itu
bilang gak punya duit pemilunya bisa ditunda gak? Gak bisa kan. Kalau
antum dikasih duit, setelah itu antum jadi anggota dewan, waktu jadi
anggota dewan antum terima gaji katakanlah 37 juta atau 50 juta dengan
tambahan lain-lainnya sebulan, di kali 12 bulan (dalam setahun), dikali
5 tahun (50X12X5). Berapa totalnya? 3 Milyar. Dikali anggota ke dewan,
3 M dikali 50 (3X50), berarti 150 M. Jadi orang-orang melihat PKS
berduit, karena kita kasih infak buat PKS, yang dikasih PKS buat kita
apa?
Kalau
ada satu ikhwah dalam waktu 5 tahun punya duit 3 M, dipotong berapa
persent buat partai? Ambil setengahnya buat partai, satu setengah buat
partai, satu setengah buat kita, bagi lima tahun paling tidak setor 25
juta sebulan, kalau antum punya mobil 1,5 M dalam 5 tahun kira-kira
punya mobil apa? Ini tetangga yang lihat, yang ikut teriak-teriak, wah
ada kemajuan dari shahib saya, itu tidak bisa dihindari, gak bisa
ditutupi, orang-orang menyaksikan. itulah sifat mu’amalah maliyah dalam politik.
Ada
ikhwah masuk tadinya anggota dewan, gak punya mobil, sekarang punya
mobil 2,3,5 dan seterusnya, orang-orang yang ikut nyumbang itukan lihat
begitu, ah..kau sudah sejahtera sekarang. Terus maslahat yang didapat
itu apa? Itulah pertanyaan orang ikhwah sekalian. Itulah bedanya
muamalah. Makanya unsur tabadulul maslahah dalam politik yang tidak bisa kita hindari karena sifatnya, tabiatnya begitu; tabiat muamalahnya, sifat uang yang beredar.
Ada buku Ibnu Khaldun tentang ini! “al-kasbu wal maisyah”. Mukaddimah ibnu Khaldun, antum baca bab al-kasbu wal maisyah, antum lihat bagaimana sifat uang itu diterangkan oleh Ibnu Khaldun!!
Kita disini tidak sedang bicara soal yang sangat sempit. Tapi kita bicara yang skala luas, nah kalau ingin bicara dari strategi partnership kira-kira polanya itu begini; strategi partnership ini sebenarnya bukan ide baru, ini konsepnya rabtul am
di kaderisasi, ini ide ada dalam bisnis, ide dalam politik, ide dalam
skala global, kalau antum lihat Negara-negara Amerika utara, tengah dan
selatan bikin misalnya NAFTA, APEC untuk fasifik, itu strategic partnership
Itu
semuanya ide partnership, nah sekarang kita ingin coba menggagas.
Caranya kita menjadi besar itu adalah bertumbuh menjadi besar, menjadi leading party melalui partnership. Nah untuk membuka strategi partnership
ini. Pertama kali keterbukaan dulu supaya orang merasa diterima di PKS
dan supaya semua orang bisa menerima PKS. Jadi isu keterbukaan itu
adalah isu untuk menghilangkan barier. Menghilangkan dulu entri barier ke PKS itu apa? Itu dulu yang kita hilangkan.
Apa
hambatan orang masuk kepada kita, dan apa hambatan kita masuk kepada
orang lain. Ada orang-orang yang menganggap PKS itu kumpulan manusia
semi malaikat, makanya tidak terjangkaulah para artis seperti kita ini.
Makanya artis-artis yang maju hanya dipakai pada pemilu, dipajang
sebagai etalase habis itu ditinggal karena komunitas itu.
Nah kalau berier
ini bisa kita hilangkan. Sekarang kita coba bagaimana power itu kita
bangun. Ambillah PKS disini, yang pertama-tama kita perlukan itu adalah
kita bagi dua sumbernya kakinya PKS akan seperti kira-kira itu. Disini
ada investor, dari kalangan pelaku utama pasar. Disini ada militer
disini. Ada informal leader. Dan disini ada para professional. Termasuk
di dalamnya adalah para birokrat. Nah ini (investor dan militer)
fungsinya untuk menjadi financial dan security support, dan ini
(informal leader dan profeioanl) menjadi front linner, orang yang ada digaris depan, wajahnya PKS ke depan itu ini. Gabungan antara informal leader dan para professional, dibelakangnya itu mesti ada support, ini yang kita sebut dengan political capital dan ini yang kita dengan social capital.
Dan disini ikhwah sekalian yang disebut dengan masyarakat, atau dalam terminology pemilu kita sebut dengan votter, jadi dengan demikian PKS punya 4 kaki; dua supporting sistemnya dan dua front linnernya.
Jadi
kita perlu menyatu dulu dengan ini (investor dan militer); back up dulu
disini, kita punya proposal, tapi kita perlu merekrut informal leader
sama professional disini. Yang akan jadi front linner PKS,
resepsionisnya PKS, dan disitu harus gagah,, yang ini gak perlu
kelihatan, tapi back up, kunci-kuncinya ada disini.. ini yang bicara
kemana-mana; PKS bukan ancaman. Shohib. Dan ini yang bicara kemana-mana
PKS bukan ancaman buat pasar. Bisnismen. Kalau antum diterima di
militer, diterima di pasar, tahap awal pertama selesai. Selanjutnya
publik, kalau antum punya profesional disini, antum menjalankan
instutusi Negara, seperti yang saya sebutkan tadi distance negara itu ada tiga, politisi, militer dan pengusaha. Inilah social capital tapi inikan semuanya dari orang sipil,
Informal
itu bisa politisi, selebrity, bisa ulama bisa macam-macam, itu semua
kita gabung, kita ramu jadi satu, jadi satu kekuatan, apa pekerjaan
utama PKS disini? Atau hafal kalimat ini “The Match maker” kita keluar dari sini, naik dari calo menjadi match maker.
Jadi waktu kita berhadapan dengan mereka, yang ada di kepala kita itu
bagaimana mendayagunakan sumber daya semuanya untuk kepentingan proyek
ini. Itu sebabnya kenapa narasi itu kapasitas yang tidak boleh hilang
dari kita karena itu syarat utama jadi leader, kapasitas kita
gabung antara kita dengan orang. Tapi untuk ide mesti dari kita itu,
itu kuncinya, inilah yang menjelaskan kenapa soekarno memimpin
semuanya, dia yang punya ide yang lain semuanya ikut, datang dengan
kapasitasnya masing-masing, kita yang punya project, kita yang punya
narasi dan kita yang punya ide dan orang lain datang. Nah untuk tidak
terlalu banyak ada bagusnya antum endapkan dulu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar